Sabtu, 11 Juli 2009

Komitmen Global

Betapa pentingnya pendidikan dapat pula dilihat dari berbagai komitmen global
antara lain konvensi hak-hak anak yang menyatakan bahwa setiap negara didunia
melindungi dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan
wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas. Konvensi mengenai HAM
menyatakan setiap orang berhak atas pendidikan, pendidikan harus bebas biaya
setidaknya pada pendidikan dasar. Pendidikan dasar harus bersifat wajib.
Pendidikan tehnik dan profesi harus tersedia secara umum dan pendidikan yang
lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan.
Sedangkan Deklarasi Dakar merekomendasikan Pendidikan Untuk Semua (Education
for All)

Indonesia kita, nasibmu kini dan nasibmu dimasa depan, masihkah kita
bermain-main dengan UUD Negera Republik Indonesia 1945 terutama pasal 31
mengenai pendidikan? Masihkah pemerintah berkehendak menjadi pemain utama dan
penentu bahkan penjamin mutu pendidikan? Masihkah pemerintah mau menumpuk
pundi-pundi biaya pendidikan didjajaran birokrasi dan membiarkan sekolah
miskin kreativitas karena minimnya dana? Masihkah?

Beberapa Saran
Sesuai tema tulisan ini yakni meningkatan mutu pendidikan, mengembalikan peran
utama kepada murid dan guru, maka ada baiknya dipertimbangkan untuk: Pertama,
dalam hal alokasi anggaran pendidikan, Riau telah menjadi contoh teladan
ketaatan terhadap UUD 45, UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen. Kecontohan dan
keteladanan ini hendaknya diteruskan khususnya mengenai poin-poin yang
menyangkut hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan kewajiban
pemerintah untuk membiayainya. Anak yang tidak beruntung yang dilahirkan dalam
keluarga miskin harus mendapatkan kesempatan seluas-luasnya tanpa halangan
apapun untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Kedua, membangun pendidikan guru berasrama setingkat S1 dengan para dosen yang
terpilih secara professional diberi gaji yang pantas sesuai tuntutan agar dapat
melahirkan calon-calon guru yang berkualitas tinggi.

Dengan itu, Riau dapat menjadi pelopor untuk melahirkan calon guru yang
profesional dan mempunyai kompetensi yang dapat diandalkan baik itu kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, maupun kompetensi professional, terlebih-lebih
lagi memiliki kompetensi keperibadian sebagai guru.

Ketiga, hentikan segera mengangkat guru yang tidak Professional dan tidak
mempunyai kompetensi sebagai guru. Keempat, upaya meningkatkan kualifikasi dan
sertifikasi guru (dalam jabatan) yang belum mencapai standar agar dilaksanakan
secara terencana secepatnya dan setelah itu menyebarkannya secara seimbang
baik untuk perkotaan maupun untuk pedesaan dan daerah terpencil. Menyebarkan
guru yang berkualitas berikut kesejahteraan yang memadai berarti pula
menyebarkan pendidikan yang berkualitas dan menaburkan keceriaan dimuka kelas
dimanapun dan kapanpun.

Kelima, dalam hal alokasi anggaran pendidikan, Riau telah menjadi contoh
teladan ketaatan terhadap UUD 45, UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen. Kecontohan
dan keteladanan ini hendaknya diteruskan khususnya mengenai poin-poin yang
menyangkut hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan kewajiban
pemerintah untuk membiayainya. Anak yang tidak beruntung yang dilahirkan dalam
keluarga miskin harus mendapatkan kesempatan seluas-luasnya tanpa halangan
apapun untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Keenam, mendorong anggota DPR-RI dan DPD-RI untuk berusaha maksimal agar
pemerintah (pusat) segera menjalankan dan memenuhi tuntutan UUD 45, UU
Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen dan segala PP yang menyangkut bidang
pendidikan.

Keenam, Block Grand (bukan grand yang di block) untuk pelaksanaan proses
pendidikan dan pengajaran disekolah perlu ditingkatkan dan Komite Sekolah perlu
diikut sertakan dalam penyusunan RAPBS dan pengawasan pelaksanaannya disamping
pengawasan oleh institusi pengawasan pemerintah dibidang pendidikan. Block
grand tidak perlu diikuti oleh aturan penggunaan yang jelimet seperti pada BOS,
karena bisa menjadi kontra produktif, bisa mematikan kreatifitas sekolah dan
lagi pula kebutuhan sekolah sering berbeda antara satu dengan yang lainnya

Peran Guru dan Kepentingan Murid

Bagaikan sinetron dengan judul "meningkatkan mutu pendidikan" maka aktor atau
pemain utamanya dilembaga pendidikan adalah "guru dan murid". Guru mengajar,
murid belajar, guru mendidik, murid di didik, guru membimbing dan murid
dibimbing, guru melatih, murid dilatih. Keduanya terlibat dalam proses
pendidikan yang kreatif, dinamis dan demokratis dalam suasana kebatinan yang
saling menyayangi, saling menghargai dan saling mempercayai. Sadar atau tidak,
pemain utama itu telah termarjinalkan, telah terpinggirkan dan pemain utamanya
telah beralih ke tangan birokrasi baik di pusat maupun di daerah.

Belum Cerdas
Negara kita terpuruk, karena kita belum cerdas sebagai akibat belum seriusnya
kita menangani pendidikan. Kita tidak mengikuti dan melaksanakan UUD dan UU
yang telah dilahirkan oleh para negarawan kita. Kalau saja para pemimpin
bangsa mau dan serius mencerdaskan kehidupan bangsa maka alokasi biaya untuk
pelaksanaan pendidikan seyogianya harus mengacu pada amanat UUD 45 dengan
menganggarkan 20persen dari APBN dan APBD diluar gaji para guru dan pendidikan
kedinasan, bukannya dijanjikan "akan dilaksanakan" tetapi seharusnya "sudah
dilaksanakan"

Marilah kita berkaca pada negara bangsa yang maju dengan dasar dan komitmen
yang tinggi untuk membangun pendidikan yang berkualitas di negaranya. Inilah
sedikit gambaran tentang kondisi guru kita yang dibebani segudang tugas yang
terbit dari meja birokrasi dan secuil imbalan yang diterimanya. 40 persen guru
mengajar tidak sesuai dengan keahliannya. Guru yang standar kualifikasinya
sesuai dengan standart nasional pada masing-masing jenjang sekolah adalah
hanya 3,88 persen dari 137.069 Guru TK, hanya 8,3persen dari 1.234.927 guru SD,
hanya  42,03 persen dari 466.749 guru SMP, hanya 72,75 persen dari 230.114 guru
SMA, hanya 64,16 persen dari 147.559 guru SMK dan hanya 46,35 persen guru SLB
yang punya kualifikasi S1 sesuai standar nasional. Di Perguruan Tinggi hanya
43,46persen Dosen yang berijazah S2/S3 yaitu kualifikasi yang sesuai standart
kualifikasi nasional. Kemampuan kewiraswastaan sangat rendah, hal itu terlihat
dari 82,2 persen lulusan Perguruan Tinggi hanya menjadi
 karyawan, artinya belum mampu menciptakan lapangan kerja baik untuk dirinya
sendiri apalagi untuk orang lain.

PERANAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Depdiknas, 2001:2).

Salah satu wujud aktualisasinya dibentuklah suatu badan yang mengganti keberadaan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) yakni Komite Sekolah melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 044/U/2002 tanggal 2 April 2002. Penggantian nama BP3 menjadi Komite Sekolah didasarkan atas perlunya keterlibatan masyarakat secara penuh dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Salah satu tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Hal ini berarti peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam peningkatkan mutu pendidikan, bukan hanya sekadar memberikan bantuan berwujud material saja, namun juga diperlukan bantuan yang berupa pemikiran, ide, dan gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan suatu sekolah.

Beberapa alasan penulis memilih tema di atas adalah: 1) adanya fenomena yang berkembang di masyarakat terhadap keberadaan Komite Sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan 2) Komite Sekolah merupakan organisasi baru dalam dunia pendidikan yang menarik untuk ditelaah lebih mendalam khususnya dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Pentingnya Pendidikan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sejalan dengan perkembangan pembangunan tersebut di atas dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga tantangan besar. Pertama, sebagai dampak krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, dalam kaitannya dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan pendidikan sehingga dapat mewujudkan proses transformasi pendidikan yang lebih demokratis, mengadopsi ide-ide keberagaman budaya, kebutuhan/keadaan daerah, heterogenitas peserta didik dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Permasalahan lain pendidikan yang mengemuka saat ini adalah (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis, yaitu antara perkotaan dan pedesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antar tingkat pendapatan penduduk ataupun antargender. Disamping itu ada masalah-masalah lain yang masih ada kaitannya dengan pendidikan yang semakin menonjol pada akhir-akhir ini adalah pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan ternyata banyak menimbulkan kesulitan baru, dimana muncul gejala ketidakharmonisan dan ketidakterpaduan pelaksanaan program antar pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Tenaga kependidikan di tingkat Kabupaten/Kota belum siap menerima otonomi pendidikan, apalagi otonomi kelas dan otonomi pusat pembelajaran, masih ada perbedaan visi, misi dan strategi yang cukup mendasar dalam pelayanan pendidikan, sulitnya melakukan koordinasi antar pusat dengan daerah atau antar daerah akibat terbatasnya kewenangan pusat dan luasnya jangkauan wilayah layanan departemen, dan sulitnya melakukan kontrol kualitas secara langsung. Oleh karena itu menjadi penting kebijakan peningkatan sumber daya manusia. Kunci utama terciptanya kualitas dan pemerataan pembangunan pendidikan adalah pengembangan manajemen kelembagaan yang strategis dan terpadu serta pengembangan tenaga kependidikan.

Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan

Pembangunan dalam era global saat ini penuh dengan persaingan yang semakin ketat dan tajam. Oleh karena itu hanya dengan sumber daya manu-sia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai daya saing yang unggul maka lembaga tersebut akan muncul sebagai pemenang dalam kompetisi. Pem-bangunan saat ini bergerak dengan begitu cepat. Hal itu ditandai dengan adanya perubahan yang mendasar dalam bidang ilmu pengetahuan. Saat ini telah terjadi revolusi teknologi informasi (information technology revolution). Revolusi teknologi informasi tersebut telah memunculkan fenomena baru tentang dunia tanpa batas dalam pergaulan dunia internasional. Hubungan negara-bangsa (nation-state) mulai berubah tanpa ada sekat-sekat. Salah satu bentuk nyata dari teknologi informasi yang sangat berpengaruh tersebut adalah teknologi komunikasi (telepon selular, faxsimile, internet). Teknologi telekomunikasi dan informasi tersebut ternyata mampu mempengaruhi ideologi, konsep, kebijakan, sikap, perilaku, dan mindset individu, kelompok, maupun perilaku birokrat dalam setiap pergaulan internasional berbangsa dan bernegara. Hal ini terjadi karena teknologi informasi tersebut dapat diakses dan mampu menghubungkan setiap orang di dunia ini dari belahan manapun tanpa ada sedikitpun batas dan sensor yang menghalanginya. Masyarakat dunia dapat berkomunikasi secara langsung dalam bentuk apa saja, dimana saja, dan kapan saja, sehingga waktu tidak menjadi halangan dan alasan untuk saling berkomunikasi.

Dari perubahan paradigma pembangunan tersebut maka lahirlah berbagai perencanaa kebijakan pembangunan yang strategis, praktis, tematis, dan mengarah para orientasi kebijakan desentralisasi. Tentunya tidak terkecuali terhadap kebijakan pembangunan pendidikan. Kebijakan tersebut juga dikenal dengan kebijakan otonomi pendidikan dengan isu sentral schools and community base management untuk pendidikan formal dan learning centers base management untuk pendidikan non formal. Dengan demikian hanya negara yang memiliki keunggulan dalam pengembangan sumber daya manusia maka negara tersebut akan berperan menentukan perkembangan dunia.


Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan

Dari uraian tersebut di alas dapat diketahui bahwa antara keluarga ada hubungan yang erat. Hubungan yang erat antara keluarga dan sekolah itu disebabkan secara hukum mempunyai tanggung jawab bersama terhadap pendidikan anak secara kodrat pendidikan anak memang merupakan tanggung jawab orang tua, tetapi secara hukum pemenintah/negara juga bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping orang tua dan pemerintah masih ada lagi yaitu masyarakat. Oleh karena itu masyarakat dan pemerintah mendirikan sekolah. Masyarakat mendirikan sekolah swasta dan pemenintah mendirikan sekolah negeri.


Tiap-tiap permulaan tahun ajaran baru maka berduyuni-duyun anak usia sekolah membanjiri sekolah, dan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Peran orang tua dalam pendaftaran siswa baru pada tiap-tiap tingkat dan jenis sekolah tergantung pada usia anak. Pada pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar orang tua bersama anaknya mendaftarkan anak untuk menjadi murid baru di sekolah. Pada Sekolah Menengah Pertama peran orang tua sudah berkurang anak sendiri yang mendaftarkan diri. Akhirnya pada perguruan tinggi anak sendinilah yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi penyerahan tanggung jawab pendidikan dari orang tua kepada sekolah baik negeni maupun swasta. Sebab kemampuan dan waktu untuk melaksanakannya tugas ini memang terbatas. Oleh orang tua yang kebetulan guru SD ia pun juga menyekolahkan anak pada suatu SD tertentu.


Setelah anak menyelesaikan pendidikan pada suatu tingkat atau jenis pendidikan maka sekolah mcnyerabkan kembali anak-anak yang diasuhnya kepada orang tua siswa. Oleh karena itu setiap akhir tahun tiap sckolah dan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi mengadakan pelepasan siswa-siswa yang telah berhasil menyelesaikan pendidikari di sekolah tersebut.


Setelah menyerahkan anaknya pada sekolah tertentu, tidak berarti orang tua bebas dan tanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan anaknya pada sekolah tersebut. Oleh karena itu dirasa perlu untuk membentuk suatu wadah dalam bentuk organisasi orang tua dalam rangka ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Di pihak lain sekolah menyadari bahwa guru juga perlu mengetahui latar belakang kehidupan anak. Oleh karena itu perlu dijalin hubungan yang erat antara guru dan orang tua. Onang tua perlu memberikan penjelasan tentang latar belakang anak dan keluarganya kepada guru atau sekolah agar pendidikan anaknya dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dengan memuaskan.


Guru perlu berkomunikasi dengan orang tua siswa berbagai cara perlu ditempuh untuk mengadakan komunikasi dengan orang tua umpama kunjungan kerumah anak, meminta orang tua datang kesekolah, mengadakan pertemuan orang tua munid dengan guru dan sebagainya.

HUBUNGAN KELUARGA DAN SEKOLAH

Telah dijelaskan pendidikan itu adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak baik di luar dan di dalam sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dan pengertian tersurat suatu pernyataan bahwa pendidikan berlangsung di luar dan di dalam sekolah. Pendidikan di luar sekolah dapat terjadi dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Jadi pendidikan itu berlangsung seumur hidup dimulai dari keluarga kemudian diteruskan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.


Manusia sebagai makhluk hidup selalu ingin berkembang. Keinginan ini secara manusia tidak terbatas, akan tetapi kemampuan manusia yang membatasi keinginan tersebut. Oleh karena itu keinginan untuk berkembang berlangsung mulai dan lahir sampai meninggal dunia. Untuk mengembangkan diri itu manusia memerlukan bantuan. Karena keinginan untuk perkembangan itu berlangsung dari lahir sampai meninggal, maka kebutuhan untuk mendapatkan bantuan itu juga harus berlangsung seumur hidup.


Pendidikan yang berlangsung seumur hidup itu berlangsung pada tiga lingkungan pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan dalam tiga lingkungan pendidikan sebagai penghasil tenaga yang telah terdidik sebagai berikut :


Dari bagan tersebut di atas dapat diketahui bahwa keluarga merupakan tempat pertama anak itu mendapatkan pendidikan. Sejak anak itu berada dalam kandungan anak telah mendapatkan pendidikan. Seperti telah diketahui di muka bahwa jenis pendidikan yang diberikan keluarga adalah bermacam-macam. Pendidikan berlangsung secara informal. Dalam keluarga orang tua merupakan pendidik utama dan pertama. Pada masyarakat yang sederhana pendidikan berlangsung dalam keluarga dan masyarakat. Anak meniru apa yang dikerjakan orang tua dan orang-orang dewasa dalam masyarakat. Setelah mendapatkan kemampuan yang diperlukan untuk hidup, maka ia dilepaskan dalam masyarakat. Dalam. masyarakat mereka akan menjadi tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat.


Dalam masyarakat yang lebih maju maka pendidikan di dalam keluarga tidak cukup, oleh karena itu orang tua menyerahkan pendidikan pada lembaga pendidikan formal yang disebut sekolah. Dalam sekolah anak diberi berbagai pengetahuan baik pengetahuan yang berkaitan untuk pengembangan pribadi, pengetahuan untuk bekal hidup dalam masyarakat, dan pengetahuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut. Pendidikan di sekolah dilaksanakan secara bertingkat-tingkat, pada dasarnya dibedakan pendidik dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Anak yang telah selesai pada tingkat pendidikan tertentu yang memerlukan keterampilan tertentu dapat masuk pada pendidikan nonformal dalam lembaga pendidikan masyarakat. Setelah mendapatkan tambahan keterampilan maka ia terjun kedunia kerja dalam masyarakat. Akan tetapi ada juga yang setelah selesai pendidikan pada tingkat pendidikan tetrtentu langsung memasuki dunia kerja dalam masyarakat. Masyarakat sebagai pemakai hasil tiga pendidikan itu akan memberi balikan bagi masing-masing penyelenggara pendidikan dalam ketiga lingkungan pendidikan.


Perbandingan antara pendidikan formal dan pendidikan non formal dan pendidikan dalam keluarga sebagai pendidikan informal dapat disajikan di bawah ini (Edi Suardi, S Nasution, dan M Moh Rffai Joedoprawira, 1976, p.187).

  1. Tempat berlangsung :
    Pendidikan formal dilaksanakan di dalam gedung sekolah, pendidikan nonformal dilaksanakan di dalam atau diluar sekolah, sedang pendidikan keluarga dilaksanakan di dalam rumah atau di luar rumah.

  2. Persyaratan mengikuti pendidikan :
    Syarat mengikuti pendidikan formal adalah umur dan tingkat pendidikan tertentu (ijazah atau STTB), pada pendidikan nonformal kadang-kadang ada persyaratan tetapi tidak memegang peranan yang penting, pada pendidikan informal (keluarga) tidak ada persyaratan semua anak baik anak pungut, anak tiri atau anak sendiri semua mendapatkan pendidikan dalam keluarga itu.

  3. Jenjang pendidikan :
    Pada pendidikan formal terdapat jenjang pendidikan jaitu pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak), pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pada pendidikan nonformal kadang-kadang ada kadang-kadang tidak. Pada pendidikan informal tidak ada jenjang pendidikan.

  4. Program pendidikan :
    Program pendidikan pada pendidikan formal ditentukan teliti untuk setiap jenjang pendidikan dalam bentuk tertulis. Pada pendidikan nonformal terdapat program tertentu. Pada pendidikan informal tidak ada program.

  5. Bahan pelajaran :
    Pada pendidikan formal bahan pelajaran lebih bersifat akademis dan umum, bahan pelajaran .pada pendidikan nonforrnal lebih bersifat khusus dan praktis, bahan pelajaran pada pendidikan informal tidak ditentukan.

  6. Lama pendidikan :
    Pada pendidikan formal lama pendidikan memakan waktu yang panjang, pendidikan nonformal memakan waktu yang singkat dan pendidikan informal sepanjang hidup.

  7. Usia peserta didik :
    Pads pendidikan formal usia pesórta didik relatif lama, pads pendidikan nonformal usia peserta didik rethtif tidak sama dan pada pendidikan informal usia peserta didik semua umur.

  8. Penilaian :
    Pada pendidikan formal ada ujian yang diselenggarakan secara formal dan dibenr ijazah atau STTB. Pada pendidikan nonformal juga ada ujian dan diben ijazah atau surat keterangan. Pada pendidikan informal tidak ada ujian dan tidak ada penilaian yang sistematis dan tidak ada surat keterangan atau ijazah.

  9. Penyelenggara pendidikan :
    Pendidikan formal diselenggarakan oleb pemerintah dan swasta yang diatur dalam suatu perundang undangan tertentu. Pendidikan nonformal diselenggarakan oleh pemenintah dan swasta yang diatur dalam perundang-undangan tertentu. Pendidikan informal diselenggarakan oleh keluarga tidak ada aturan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan pendidikan.

  10. Metode mengajar :
    Pada pendidikan formal dituntut untuk menggunakan metode mengajar yang tertentu. Pada pendidikan nonformal dapat menggunakan metode mengajar tertentu walaupun tidak selalu.

  11. Persyaratan bagi pengajar :
    Pengajar pada pendidikan formal harus mempunyai kewenangan yang didasarkan ijazah dan diangkat untuk mengajar dalam suatu tugas tertentu. Pengajar pada pendidikan nonformal tidak selalu mempunyai ijazah sebagai pengajar. Pada pendidikan informal tidak ada persyaratan ijazah dan surat pengangkatannya.

  12. Administrasi :
    Pada pendidikan formal administrasi diatur secara sistematis dan sama untuk setiap tingkat sekolah. Pada pendidikan nonformal administrasi ada tetapi tidak begitu uniform (seragam). pada pendidikan informal administrasi tidak ada.

  13. Ditinjau dari segi sejarah berdirinya :
    Pendidikan formal berdiri paling akhir, disusul pendidikan nonformal. Sedang pendidikan informal ada sejak manusia ada dan tenjadi proses transformasi nilai dan orang dewasa ke anak.